Sertifikasi Tak Ampuh Cegah Ekspor Kayu Ilegal
Sertifikasi Tak Ampuh Cegah Ekspor Kayu Ilegal
Ekonomi
0
15 Apr 2014 19:35

Warga berjalan memikul rumput menyusuri jalan di kawasan Wana Wisata
Umbul Jumprit, Jateng. Selain tempat wisata alam kawasan itu
dimanfaatkan warga untuk mencari rumput dan kayu bakar.(Antara)
Liputan6.com, Jakarta - Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dinilai tidak akan efektif untuk
menghentikan ekspor kayu khususnya kayu log secara ilegal.
"SVLK saya rasa tidak akan efektif mencegah ekspor kayu ilegal," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) Abdul Sobur, usai konferensi pers di Horapa Seafood & Thai Kitchen, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2014).
Dia menjelaskan, hal ini karena sistem tersebut lebih menyasar pada pelaku industri pengolahan, bukan pemasok kayu. "Aturan ini memang desainnya panjang, kalau mau diterapkan ini pada pemasok bahan bakunya (kayu), bukan pada industri pengolahannya," lanjutnya.
Penerapan aturan yang harusnya berlaku pada 1 Januari 2014 namun ditunda hingga tahun depan tersebut dinilai malah makin memberatkan pelaku industri pengolahan kayu. Hal itu karena untuk mendapatkan sertifikat ini, industri harus mengeluarkan biaya antara Rp 20 juta-Rp 40 juta.
"Itu harusnya di hulunya. SVLK bukan senjata ampuh, malah tambah beban cost bagi industri," tandasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 81/M-DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Salah satu tujuan pemberlakuan SVLK untuk mencegah maraknya pencurian kayu ilegal untuk dijual ke luar negeri.
"SVLK saya rasa tidak akan efektif mencegah ekspor kayu ilegal," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) Abdul Sobur, usai konferensi pers di Horapa Seafood & Thai Kitchen, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2014).
Dia menjelaskan, hal ini karena sistem tersebut lebih menyasar pada pelaku industri pengolahan, bukan pemasok kayu. "Aturan ini memang desainnya panjang, kalau mau diterapkan ini pada pemasok bahan bakunya (kayu), bukan pada industri pengolahannya," lanjutnya.
Penerapan aturan yang harusnya berlaku pada 1 Januari 2014 namun ditunda hingga tahun depan tersebut dinilai malah makin memberatkan pelaku industri pengolahan kayu. Hal itu karena untuk mendapatkan sertifikat ini, industri harus mengeluarkan biaya antara Rp 20 juta-Rp 40 juta.
"Itu harusnya di hulunya. SVLK bukan senjata ampuh, malah tambah beban cost bagi industri," tandasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 81/M-DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Salah satu tujuan pemberlakuan SVLK untuk mencegah maraknya pencurian kayu ilegal untuk dijual ke luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar