Melenggang Menuju Pintu Istana
Melenggang Menuju Pintu Istana
Rajut
Indonesia Baru
5
25 Agu 2014 00:31

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, yang terpilih menjadi Presiden RI
ke-7 periode 2014-2019 terlihat bersiap melakukan aktifitasnya,
(24/8/2014). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Sunariyah, Oscar Ferri, Hanz Jimenez Salim, Lukman Rimadi
Menghitung hari. Gambaran inilah tepatnya ditujukan ke Presiden dan
Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi dan JK)
menjelang pelantikan keduanya sebagai pemimpin tertinggi negara. Jokowi
dan JK akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober
mendatang.
Jokowi mengaku telah menyiapkan berkas surat-surat pengunduran dirinya,
dan tinggal mengajukannya kepada DPRD DKI Jakarta, usai pelantikan
anggota dewan DKI periode 2014-2019. DPRD DKI dilantik Senin, 25 Agustus
2014.
"Kalau suratnya kan sudah saya pegang. Nanti tunggu DPRD dilantik dulu.
Setelah dilantik nanti masih milih ketua-ketua," kata Jokowi saat
menghadiri acara halal bihalal bersama tim relawan Bravo 5 di Hotel
Discovery, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu 23 Agustus 2014.
Menurut Jokowi, dia akan mengajukan surat permohonan pengunduran diri
tepatnya setelah pelantikan dan struktur pimpinan DPRD DKI terbentuk. Ia
yakin pengunduran dirinya tidak akan menemui kendala, sebab telah ia
persiapkan sesuai standar dan prosedur yang berlaku.
"Setelah semuanya (DPRD) komplit baru melaksanakan paripurna. Karena
perangkat di dewan harus lengkap untuk melaksanakan itu," ucapnya.
Langkah Jokowi dan JK menduduki kursi tertinggi di negara ini memang
sudah tak bisa dibendung lagi. Tepatnya setelah Mahkamah Konstitusi
memutuskan menolak seluruh permohonan gugatan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa, lawannya dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014, Kamis 21 Agustus
lalu.
Kendati Prabowo-Hatta dan kubunya mengatakan akan menggunakan jalur lain
untuk menjegal kepemimpinan Jokowi-JK, keputusan MK bersifat final dan
mengikat. Dan, MK merupakan satunya-satunya lembaga peradilan yang
memutuskan sengketa pemilu.
Sebelumnya setelah kalah di MK, kubu Prabowo-Hatta mengatakan akan
menggunakan jalur lain, yakni MA dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Tak hanya itu. Baru-baru ini pembela Prabowo-Hatta yang tergabung dalam
Koalisi Pengacara Masyarakat meminta DPR membentuk Panitia Khusus
(Pansus) Pilpres 2014 dan menunda pelantikan Jokowi-JK.
Menurut pemimpin Koalisi Pengacara Masyarakat Alamsyah Hanafiah,
penundaan pelantikan perlu dilakukan karena status Jokowi-JK saat ini
bersifat status quo, lantaran
tengah digugat sebagaimana terdaftar dalam perkara perdata Nomor
387/PDT/i2014/PN.JKT.PST pada 14 Agustus 2014 di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
Tapi hal ini jelas ditolak kubu Jokowi-JK. Ketua Umum DPP Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), partai pengusung Jokowi, Muhaimin Iskandar
menegaskan penundaan pelantikan Jokowi-JK tidak bisa dilakukan.
Alasannya, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amarnya telah memutus menolak
seluruh permohonan Prabowo-Hatta dan menguatkan keputusan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang menyatakan Jokowi-JK sebagai Presiden dan
Wapres terpilih.
"Sesuai konstitusi, putusan MK bersifat final dan mengikat. Sehingga
sudah tidak ada jalan lain (untuk menunda)," kata Muhaimin yang akrab
disapa Cak Imin di Kantor DPP PKB, Jakarta, Minggu (24/8/2014).
Bagi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini, jalan yang dipilih oleh
Koalisi Pengacara Masyarakat itu tidak punya makna. Bahkan, tidak punya
signifikansi terhadap putusan MK yang final dan mengikat.
"Tidak ada penundaan pelantikan. Semuanya hasil konstitusi. (Permintaan
penundaan) tidak punya makna, tidak signifikan," ujar dia.
Penolakan senada diucapkan Ketua Departemen Bidang Pengkaderan DPP PDIP,
Eva Kusuma Sundari. Eva menilai rencana Koalisi Merah Putih membentuk
pansus DPR merupakan hal sia-sia. Sebab putusan MK merupakan keputusan
hukum yang final dan mengikat, tidak bisa dikalahkan oleh keputusan
politik.
Hal itu, lanjut dia, sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang di
dalamnya mengatur mengenai ketentuan untuk mematuhi tahapan Pilpres.
Eva malah meminta semua pihak, terutama kubu Prabowo-Hatta, legowo menerima putusan MK yang mengukuhkan kemenangan Jokowi-JK
"Tidak bisa kemudian segerombolan orang yang karena kalah lalu
menggunakan politik memorak-porandakan amanah-amanah dalam hukum. Jadi
semua harus legowo," kata mantan anggota Komisi III DPR ini. "Semua
orang harus mematuhi karena MK kan final and binding," lanjut dia.
Eva juga mengingatkan pihak-pihak yang merasa kalah dalam gugatan di MK
untuk tidak serta merta mendorong rencana-rencana terselubung di masa
depan. Khususnya mengenai impeachment atau
pemakzulan terhadap presiden seperti yang dialami Presiden Abdurrahman
Wahid atau Gus Dur pada 2002 lalu. "Tidak boleh seperti Gus Dur
diturunkan karena putusan politik. Ini negara hukum, bukan negara
kekuasaan DPR," tukas Eva.
Menuntaskan Kabinet
Jokowi sendiri tampaknya tak mau terbelenggu dengan ancaman-ancaman yang
diucapkan kubu seberang. Jokowi yang sudah dikawal Pasukan Pengamanan
Presiden (Paspampres) sejak Sabtu lalu, telah menetapkan sejumlah
langkah untuk memulai pemerintahannya.
Mantan Walikota Solo itu bahkan telah membuat agenda untuk bertemu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 27 Agustus malam atau 28 Agustus
siang mendatang
"Ada 2 alternatif jadwal pertemuan yaitu di Jakarta dengan catatan harus
menunggu Presiden SBY selesai agenda PBB di Bali, World Forum UN
Alliance of Civilization tanggal 30 Agustus 2014, atau di Bali tanggal
27 Agustus malam atau 28 Agustus siang," ungkap Menteri Koordinator
Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto,
seperti dikutip dari setkab.go.id, Minggu (24/8/2014).
Dari 2 pilihan itu, Jokowi memilih menemui Presiden SBY di Bali.
"Pak Jokowi setuju segera bertemu dengan Pak SBY dan berkenan tanggal
27 atau 28 Agustus di Bali. Akan dilaporkan kepada Presiden SBY," ungkap
Djoko.
Menurut Djoko, Presiden SBY telah memberikan apresiasi kepada Jokowi,
yang telah mengklarifikasi berita-berita yang tidak sesuai dengan
substansi komunikasi antara Presiden SBY dan Jokowi selama ini.
Belum diketahui apa yang akan dibicarakan dalam pertemuan nanti. Tapi
disebutkan, pertemuan nanti kemungkinan untuk membahas transisi atau
pergantian kepemimpinan dari SBY ke Jokowi.
Bagaimana persiapan Jokowi memasuki Istana Presiden? Hingga saat ini
belum diketahui secara rinci hal tersebut. Hanya diketahui, melalui
Rumah Transisi, Jokowi-JK sudah menggodok bentuk pemerintahan yang akan
dibuat dan orang-orang yang akan duduk di kabinetnya.
Cak Imin mengungkapkan, koalisi partai pengusung Jokowi-JK telah sepakat agar kabinet sudah terbentuk bulan depan. "Sepakat awal September (dibahas), tuntas pertengahan September," ujar dia.
Untuk kabinet, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(Kontras) mengingatkan agar Jokowi-JK mengisi kabinetnya dengan
orang-orang yang tak mempunyai catatan keterlibatan dalam kasus dan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Karena itu, ujar Koordinator Kontras Haris Azhar, Jokowi-JK harus
selektif memilih calon menterinya, khususnya Menteri Koordinator Politik
Hukum dan HAM, Menteri Agama, Menteri Pertahanan, Jaksa Agung, dan
Kepala Badan Pertanahan Nasional.
"Orang-orang yang menduduki posisi tersebut harus diuji kelayakan dalam
memperjuangkan HAM," kata Haris di Kantor Kontras, Jakarta, Minggu
(24/8/2014). Khusus untuk Menteri Hukum dan HAM, Haris memiliki catatan
tersendiri.
Menurut dia, posisi itu dapat diisi oleh akademisi dan pegiat HAM.
Karena selama pemerintahan SBY, ujar Haris, sejumlah nama yang mengisi
posisi Menkum dan HAM tidak mempunyai andil besar dalam memperjuangkan
HAM. (Ans)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar